Review Film Captain Marvel (2019) – Lambat Panas, Menghentak di Akhir
Film-film superhero membuktikan kalau mereka bukan sekadar film aksi penuh pertarungan manusia berkekuatan super dalam kostum spandex ketat. Ada sesuatu yang lebih mereka berikan ke penonton dan juga dunia. Sebut saja film Marvel nominee piala Oscar, yaitu Black Panther yang sukses menjadi fenomena budaya di tahun 2018 berkat mengangkat isu rasisme dan memberikan panggung utama nan megah untuk bangsa kulit hitam. Begitu pula dengan film Captain Marvel, rilisan terbaru Marvel Cinematic Universe.
Satu dari banyak film yang sangat dinantikan di tahun 2019 ini bisa menjadi film penting Marvel selanjutnya setelah Black Panther lewat isu gender, perang, dan pengungsi yang diangkatnya. Dari penyajiannya, film Captain Marvel bisa dibilang lambat di awal, tapi memukul keras di akhir.
Sebagai film origin story untuk tokoh superhero yang belum pernah diperkenalkan sebelumnya, Captain Marvel cukup fresh karena ceritanya tidak dimulai dari masa-masa sebelum sang pahlawan mendapatkan kekuatan supernya. Sejak awal, Carol Danvers, atau yang di awal film ini diperkenalkan sebagai Vers, telah memiliki kekuatan photon blast dan tergabung dalam skuad Star Force bangsa Kree. Hanya saja ia mengalami amnesia tentang kehidupannya sebagai manusia bumi.

Dalam sebuah misi melawan bangsa Skrull, Vers mengalami kecelakaan dan jatuh ke bumi. Dan barulah kita menyadari kalau film Captain Marvel membawa kita ke tahun 95 jauh sebelum Tony Stark dipanggil dengan nama Iron Man. Di bumi, Vers bertemu dengan Nick Fury muda bermata dua yang membantunya menyelesaikan misinya tadi dan perlahan mengetahui misteri tentang masa lalunya yang menjadi twist dari film ini.
Pesona Brie Larson sebagai Carol Danvers
Saya kurang setuju dengan pendapat yang mengatakan kalau Brie Larson adalah sebuah miscast. Aktris pemenang Oscar ini mampu menghidupkan watak Carol yang songong, mudah marah, pemberontak, dan tidak takut dengan semua musuhnya.
Karakter Carol yang berbeda dari kebanyakan tokoh superhero wanita ini memang menjadi daya tariknya. Tapi agaknya Brie begitu mendalami karakternya hingga kerap melontarkan beberapa komentar kontroversial di dunia nyata. Who knows?
Cast beragam tapi beberapa karakter kurang digali
Selain menjadi film MCU pertama yang punya tokoh utama wanita, film Captain Marvel juga memiliki kelebihan dari komposisi castnya. Film ini berisi cast dari beragam ras dan gender, sebut saja Brie Larson, Gemma Chan, Lashana Lynch, Samuel L. Jackson, Jude Law dan Jimoun Hounsou.

Cast beragam ini juga terlihat jelas dari komposisi tim Star Force yang dipimpin oleh Yon-Rogg (Jude Law). Sayangnya, kelebihan ini tidak terlalu dimanfaatkan oleh duo penulis dan sutradara Anna Boden dan Ryan Fleck karena hampir semua anggota Star Force kurang digali. Tidak banyak adegan untuk mengenalkan masing-masing mereka sehingga saya merasa mereka kurang penting.
Mungkin Anna Boden dan Ryan Fleck menganggap target penontonnya sudah membaca komik Captain Marvel atau sudah punya informasi yang cukup tentang Star Force sehingga tidak perlu lagi pengenalan lebih untuk mereka.
Babak kedua yang lambat
Film Captain Marvel dibuka dengan menarik dengan menyuguhkan aksi Vers menghajar bangsa Skrull. Ini langsung mengikat kita untuk menyaksikan lebih jauh lagi. Tapi ketika film mulai masuk babak kedua, pace-nya terasa jauh lebih lambat dan agak draggy.

Padahal babak kedua ini sangat penting karena berisi berbagai jawaban dari misteri yang ada. Mulai dari hubungan rumit Carol dan ayahnya yang memengaruhi wataknya, hingga misteri perang panjang bangsa Kree dan Skrull.
Pengungkapan misteri-misteri itu pun terjadi begitu cepat tanpa eksposisi yang cukup dan dengan dialog yang relatif monoton. Tidak banyak permainan kata yang menjadi humor khas film Marvel untuk memecah suasana.
Tapi untungnya chemistry Brie Larson dengan Samuel L. Jackson dan Lashana Lynch berhasil menolong pace yang agak draggy ini. Samuel memerankan Nick Fury yang beda dari yang kita kenal. Ia lebih memesona dan akan kehilangan wibawanya ketika bertemu kucing.

Sedangkan Lashana Lynch secara mengajutkan tampil mengagumkan. Bagaimana ia memerankan Maria Rambeau sangat mengharukan dan meyakinkan kita kalau ia adalah sahabat karib Vers yang terlupakan.
Lambat panas, menghentak di akhir
Kekurangan di babak kedua itu terbayar di babak ketiga. Captain Marvel memang lambat panas, tapi ketika sudah memukul, kamu akan tersadar kenapa Kevin Feige menyebutnya sebagai superhero terkuat MCU yang pernah ditampilkan.
Dengan koreografi yang cukup bagus dan visual efek yang mengagumkan, pertarungan Carol menghajar musuh-musuhnya terasa dahsyat. Jelas kalau Thanos berada dalam masalah besar.

Selain itu, film Captain Marvel juga menampilkan adegan kejar-kejaran pesawat yan menegangkan melewati celah-celah bukit layaknya film Star Wars.
Punya momen-momen woman empowerment yang powerful
Captain Marvel ditunggu-tuggu para fans bukan hanya karena untuk mencari bocoran cerita Avengers: Endgame tapi juga untuk melihat apa yang bisa diberikan oleh film ini untuk para wanita dan dunia. Dan film ini cukup sukses mengangkat isu sosial yang ada di ceritanya.
Lewat sosok Carol Danvers yang tumbuh besar tanpa mau dikekang oleh standar para pria, film Captain Marvel mengangkat bagaimana wanita bisa emosional tapi juga sangat kuat. Rata-rata tokoh pria yang menekan dan meremehkan Carol adalah mereka yang takut dengan kekuatannya.

Carol akan selalu berdiri setiap kali terjatuh untuk mementalkan semua omongan para pria yang meremehkannya. Film ini juga menampilkan kalau solidaritas di antara wanita sangat penting. Momen-momen woman empowerment ini powerful dan membuat merinding.
Captain Marvel juga mengangkat isu perang dan pengungsi
Selain isu gender, film Captain Marvel juga mengangkat isu perang dan pengungsi yang tidak kalah relevan di zaman sekarang. Film ini menyampaikan betapa kejamnya perang yang terjadi karena kepentingan beberapa pihak yang membuat rakyat sipil menderita dan terpaksa terombang-ambing sebagai pengungsi tanpa rumah untuk pulang.
Captain Marvel membuktikan kalau film ini bukan sekadar pemanasan sebelum Endgame, tapi juga menjadi penghubung timeline Marvel Cinematic Universe. Mulai dari infinity stones dan awal perkembangan perkumpulan superhero seperti Avengers.
Jika kamu ingin menonton film Captain Marvel jangan langsung beranjak pulang karena ada dua adegan tambahan di akhir.
Captain Marvel sedang tayang di bioskop seluruh Indonesia.
Genre: Aksi, Superhero, Adventure, Sci-fi
Sutradara: Anna Boden, Ryan Fleck
Penulis: Anna Boden, Ryan Fleck, Geneva Robertson-Dworet
Pemeran: Brie Larson, Samuel L. Jackson, Ben Mendelsohn, Gemma Chan
Review Overview
Kesimpulan
Film Captain Marvel bukanlah sekadar pemanasan sebelum Avengers: Endgame, tapi juga melengkapi timeline perang memperebutkan infinity stones. Walau memiliki beberapa kelemahan, isu sosial yg diangkat cukup mampu menutupinya.