Review Serial Cowboy Bebop (2021): Adaptasi yang Kehilangan Jiwanya
Serial Cowboy Bebop merupakan upaya terbaru dari Netflix menggaet penggemar dari salah satu anime terbaik sejak diperkenalkan 1998 silam. Menggandeng André Nemec yang pernah mengepalai Mission: Impossible – Ghost Protocol (2011), edisi kali ini dibuat semirip mungkin dengan versi asli, tapi kehilangan pesonanya.
Tak begitu jauh dibandingkan cerita anime-nya, Spike Spiegel (John Cho) merupakan seorang pemburu hadiah yang disebut koboi. Bersama dengan temannya, Jet Black (Mustafa Shakir), mereka berdua mengemudikan kapal yang disebut Bebop mengarungi galaksi setelah kerusakan parah yang terjadi di Bumi.

Spiegel merupakan seorang pembunuh bayaran untuk organisasi kejahatan yang dikenal sebagai Syndicate. Sedangkan Jet merupakan mantan polisi yang dituduh korupsi. Dalam perjalanan, mereka bertemu dengan Faye Valentine (Daniella Pineda) yang ingatannya tentang identitas aslinya terhapus.
Mereka bertiga saling bahu membahu memburu penjahat dan mendapatkan uang buronannya. Hingga akhirnya Spiegel bertemu kembali dengan Vicious (Alex Hassell), mantan ‘saudaranya’ di Syndicate dan Julia (Elena Satine), istri Vicious yang sebelumnya ia cintai.
‘Bukan’ Cowboy Bebop
10 episode serial Cowboy Bebop membawa kembali gaya noir yang sudah pernah dilakukan oleh Shinichirō Watanabe ketika mengadopsi seri komik karya Hajime Yatate ke ranah anime. Hanya saja Nemec masih kelimpungan memadukan komponen-komponen pendukung agar mampu menyaingi (atau setara) karya aslinya yang lebih terasa artsy.
Durasi yang lebih panjang memberikan kebebasan bagi Nemec untuk memperluas narasi dari Spiegel dan Vicious. Membawa penonton lebih dalam pada perseteruan dari mantan sahabat ini. Termasuk kisah sendu Julia yang terjebak antara Vicious dan Spiegel.

Plot dibuat lebih dewasa. Dimana setiap karakter utama bahkan mendapatkan cerita pendukung yang memperkaya karakteristik mereka. Dibalut humor bergaya deadpan serta koreografi aksi yang memikat di setiap episode.
Rangkaian cast masih berterima. John Cho dengan apik merepresentasikan Spiegel yang urakan dan penyendiri, tapi kehilangan sisi misteriusnya. Tapi yang paling berbeda tentunya penggambaran Faye yang terlihat lebih seperti remaja beranjak dewasa dibandingkan sosok wanita dewasa seperti pada narasi aslinya.

Skala besar dari latar setting dan penggambaran dunia fiksi milik Hajime Yatate patut diapresiasi. Tapi bukannya menyatukan musik dengan plot yang menjadi kekuatan anime-nya, serial ini masih menganggap musik hanya sebagai background agar adegan dan cerita tidak kosong.
Termasuk palet warna yang kurang nyentrik. Terasa berwarna dengan memadukan cahaya-cahaya terang tapi masih terasa hambar . Terombang ambing antara kesan noir yang kelam atau penuh neon sebagai penanda gaya fiksi ilmiah khas 80-an.
Terjebak adaptasi Hollywood
Cowboy Bebop dianggap sebagai salah satu anime revolusioner di dunia. Bahkan di awal kemunculannya, anime ini tumbuh sebagai pembeda yang menggebrak ranah animasi Jepang konvensional dalam gabungan fiksi ilmiah dan musik yang padu. Bebas dari stereotype elemen fiksi ilmiah; tanpa alien, robot raksasa, maupun senjata laser.

Kreator anime, Shinichirō Watanabe, terlihat luwes dalam menggabungkan gaya western dan cyberpunk dalam lantunan musik jazz, swing, dan blues di setiap episodenya. Membedakannya dari anime di masanya yang masih terpaku pada J-Pop.
Yang membuat serial adaptasi Netflix tak sekuat sumbernya tentunya karena sebagian besar narasi masih ‘menjiplak’ versi anime. Tapi minus keseimbangan cerita dan musik serta pace yang padat dari 23 menit per episode.

Apalagi kisah petualangan antar galaksi dari trio Spiegel, Jet, dan Faye bergeser menjadi narasi fantasi balas dendam noir yang sudah usang khas Hollywood. Subplot membentang hingga menyentuh Vicious hingga Syndicate yang membuat mereka tidak misterius lagi.
Menunggu musim kedua
Episode finale dari serial Cowboy Bebop bisa dibilang mampu menambal kekurangan dari awal episode, meski tak banyak. Menutup musim pertama yang jauh lebih menegangkan dan dinamis dibandingkan 9 episode sebelumnya melalui pertarungan yang memuaskan.
Kemunculan Ed yang menjadi bagian dari empat sekawan Bebop di anime baru diperlihatkan pada adegan akhir di episode 10. Diperankan oleh Eden Perkins, Netflix sepertinya mempersiapkan kemunculannya sebagai bagian dari eksplosivitas kisah Spike, Jet, dan Faye yang lebih menegangkan di musim kedua.

Sedikit pembelaan dari André Nemec yang menyebutkan bahwa kemunculan Ed dan sebagian kisah di musim pertama berubah dari rencana sebelumnya akibat cedera yang dialami Cho sewaktu syuting. Namun butuh banyak peningkatan agar musim kedua lebih menarik bagi penggemar maupun penonton biasa.
Sangat sulit bagi Nemec dan Netflix untuk mengadaptasi anime revolusioner yang menjadi inspirasi bagi banyak serial maupun film di seluruh dunia. Ketimpangan yang jomplang dari kompleksitas anime Shinichirō Watanabe yang dengan jenius mampu memadukan racikan plot, tone, musik, dan pace cerita.
Serial Cowboy Bebop cukup menarik untuk sekelas kisah fiksi ilmiah yang menggabungkan gaya cyberpunk dan noir yang dewasa namun tetap ringan. Tapi transformasi ini terlalu berbeda dan menghilangkan pesona asli dari seri animasi maupun komiknya yang melegenda.
Genre: Aksi, Fiksi Ilmiah
Episode: 10
Kreator: André Nemec
Pemeran: John Cho, Mustafa Shakir, Daniella Pineda
Rekomendasi Serial TV
Summary
Serial Cowboy Bebop cukup menarik untuk sekelas kisah fiksi ilmiah yang menggabungkan gaya cyberpunk dan noir yang dewasa namun tetap ringan. Tapi transformasi ini terlalu berbeda dan menghilangkan pesona asli dari seri animasi maupun komiknya yang melegenda.