Review Film Zombieland: Double Tap (2019): Buat Penggemar Setia!
Berlatar tepat 10 tahun setelah angsuran perdananya, film Zombieland: Double Tap membawa kembali sutradara Ruben Fleischer dan menyatukan keempat pemeran orisinil; Jesse Eisenberg, Emma Stone, Abigail Breslin, dan Woody Harrelson. Menyenangkan dengan berbagai komedi tak terduga, tetapi lemah dihadapan ekspektasi ’10 tahun’ lamanya.
Mengandalkan pemeran orisinil, film kedua menceritakan Colombus (Eisenberg), Tallahassee (Harrelson), Wichita (Stone), dan Little Rock (Breslin) yang akhirnya bahu membahu bertahan hidup di zaman paska-apokalips zombie. Selama 10 tahun, berhasil mengkategorikan berbagai zombie dan akhirnya memilih untuk tinggal di White House, kediaman presiden Amerika yang telah terbengkalai.

Little Rock yang bertambah dewasa ingin mencoba hal baru dan akhirnya kabur bersama Wichita yang takut berkomitmen dengan Colombus. Colombus akhirnya bertemu dengan Maddison (Zoey Deutch) dimana mereka saling menyukai satu sama lain. Semua memburu ketika Wichita kembali dan menyebutkan Little Rock kabur. Akhirnya, mereka berempat kembali ke jalan untuk mencari Little Rock.
Kembalinya Zombieland rasa lama
Selama empat tahun setelah dirilis, Zombieland menjadi film zombie terlaris di Amerika. Itupun setelah World War Z melampaui pencapaian ini pada 2013. The Walking Dead yang tayang perdana pada tahun 2010 menjadi standar baru untuk hiburan berlatarkan zombie. Namun film pertamanya masih menyenangkan ditonton hingga saat ini.

Mungkin inilah yang membuat Fleishcer selaku sutradara serta penulis naskah Paul Wernick dan Rhett Reese membuat nuansa yang masih sama jika dibandingkan sebelumnya. Skema yang diambil pun tak jauh berbeda dibandingkan film pertama dan seperti film bergenre komedi lainnya; menggunakan bagian-bagian layaknya sketsa.
Ada banyak jokes tentang peraturan-peraturan yang dimiliki Colombus agar bisa bertahan hidup di dunia penuh zombie. Ada pula referensi terhadap film pertama yang bisa disaksikan pada adegan post credit (walaupun komedinya terlihat usang dibandingkan ketika pertama kali ditayangkan). Semuanya dilakukan untuk mengingatkan kembali salah satu unsur penting yang membedakan Zombieland dengan film lainnya.

Dengan empat karakter kembali hadir, rasa nostalgia tentu saja bisa dirasakan. Penggemar bisa melihat para pemeran 10 tahun setelah film pertama dan masing-masing perubahannya, seperti Emma Stone yang bertransformasi menjadi salah satu aktris terbaik peraih Oscar. Tambahan karakter baru pun memberikan konflik yang baru, walaupun tidak terlalu signifikan.
Tema keluarga, itu saja
Seperti kebanyakan sekuel lainnya, Zombieland menggali lebih dalam hubungan antar ‘keluarga’ yang dimiliki oleh kuartet Colombus dan kawan-kawan. Perseteruan kekasih Colombus dan Wichita dan pertengkaran ‘ayah-anak’ Tallahassee dengan Little Rock yang tumbuh besar dan ingin mencari hal-hal baru. Semuanya digabung pertemuan mereka dengan karakter baru yang sama-sama berjuang di tengah dunia zombie.
Pesan yang diberikan masih klise; setelah 10 tahun, tak ada yang sama. Bahkan para zombie yang tidak memiliki otak pun bermutasi sehingga menjadi lebih cerdas dan lebih kuat. Begitu pula dengan manusia. Dari awal hingga akhir terdapat perubahan dan dinamika karakter, meski bisa dibilang dengan pengembangan yang tak terlalu dalam.

Tapi meskipun diselingi berbagai komedi, plot dan kedalaman cerita di film kedua sedikit hambar. Bukannya penurunan, hanya sejalan dengan film pertama yang walaupun tanpa cerita yang berat, namun tetap menyenangkan untuk ditonton. Jadi, masih bisa lucu untuk ditonton nantinya di kala senggang.
Pentingnya menemukan rumah dan keluarga bisa menjadi satu-satunya pesan moral yang ingin disampaikan Zombieland kedua. Tidak ada maksud tersirat atau penggambaran kelas pekerja dari zombie yang berkeliaran. Mereka hanya makhluk tak berotak dan digunakan menjadi pembeda dibandingkan film komedi lainnya.
Romantisme film pertama
Zombieland 2 bisa dibilang sebuah film komedi romantis berlatarkan zombie. Dinamika plot tak terlalu tinggi, terlihat dari third act dan akhir yang biasa. Pengembangan cerita menunggu 10 tahun, disebutkan mutasi zombie membuatnya lebih kuat dan susah untuk dibunuh. Tetapi nyatanya tidak menjadi bagian penting untuk plot.

Ada beberapa hal baru yang ditawarkan, seperti setting di rumah kepresidenan Amerika, The White House, dengan beberapa referensi di luar film. Gabungan penulis Wernick dan Reese yang turut menghidupkan Deadpool 1 dan 2, menghadirkan adegan aksi yang mengagumkan. Namun lainnya terkesan stagnan dan tak lebih baik dibandingkan film pertama.
Karakter baru tak mendapatkan kedalaman cerita dan terkesan komikal. Seperti tambahan Madison yang diperankan apik oleh Zoey Deutch, menggambarkan stereotip gadis blonde pada film-film parodi apokalips umumnya; tidak terlalu cerdas, suara melengking khas Valley Girl, dan hanya menjadi obyek lelucon. Seriously??!
Mungkin juga Zombieland tak ingin menambah beban pikiran penonton dengan plot yang sulit. Sebagian besar komedi yang diberikan pun bisa diterima dengan mudah. Lainnya terkesan remeh dan tak terlalu mengena. Tapi sebagai film komedi yang bertujuan untuk menghibur, a good laugh is enough, right?

Film Zombieland: Double Tap menyuguhkan komedi yang menghibur sepanjang cerita. Dibuat untuk penggemar, film ini cukup menyenangkan untuk ditonton. Tapi dengan kumpulan nama-nama besar di balik layar, penantian 10 tahun, ditambah kemunculan berbagai karakter baru, ada banyak ekspekasi besar yang membebani sehingga gagal meraih potensi maksimalnya.
Genre: Komedi, Drama
Sutradara: Ruben Fleischer
Penulis: Rhett Reese, Paul Wernick
Pemain: Woody Harrelson, Jesse Eisenberg, Emma Stone, Abigail Breslin
Review Film
Summary
Film Zombieland: Double Tap menyuguhkan komedi yang menghibur sepanjang cerita. Dibuat untuk penggemar, film ini cukup menyenangkan untuk ditonton. Tapi dengan kumpulan nama-nama besar di balik layar, penantian 10 tahun, ditambah kemunculan berbagai karakter baru, ada banyak ekspekasi besar yang membebani sehingga gagal meraih potensi maksimalnya.