Review Film Abominable (2019): Premis Usang Ditolong Animasi dan Indahnya Tiongkok
Hasi dari kerjasama pertama DreamWorks Animation dengan Pearl Studio di Tiongkok, film Abominable mengandalkan petualangan animasi yang menggemaskan. Disesuaikan untuk menarik kedua pasar, premisnya terlihat biasa karena sudah diceritakan berkali-kali. Tapi film yang ditampilkan cukup menawan dan menyentuh dari awal hingga akhir cerita.
Abominable adalah petualangan animasi yang mengharukan tentang Yi (disuarakan oleh Chloe Bennet/Marvel Agent of S.H.I.E.L.D) seorang remaja asal Shanghai yang tertutup setelah kematian ayahnya. Saat dia berencana untuk berpetualang mengelilingi Tiongkok, ia menemukan Yeti yang sedang bersembunyi di atap gedung apartemennya.

Ditemani oleh dua orang temannya, Peng yang suka basket dan Jin yang terkenal, mereka memulai petualangan untuk mengantarkan sang Yeti – yang diberi nama Everest – kembali ke kampung halamannya di Gunung Everest. Perjalanan yang tak mudah setelah konglomerat kaya, Burnish dan ilmuwan Dr. Zara berusaha menangkap Everest.
Menikmati keindahan Tiongkok
Keindahan film terletak pada warna-warna cerah dan gambar yang menunjukkan luasnya pedesaan serta pegunungan menjadi bagian dari perjalanan Yi dan yang lain. Tak melulu menunjukkan Tembok Besar China sebagai bagian dari keindahan Negeri Tirai Bambu, ada banyak tempat menarik yang bisa ditemukan sepanjang cerita.

Mulai dari Li River di Guilin, Yellow Mountain, Taman Hutan Nasional Zhangjiajie di Hunan, serta Leshan Giant Buddha menghadirkan daya magisnya sendiri. Tampak jelas effort lebih ketika perubahan gambar yang lebih halus dan berwarna terasa saat Giant Buddha hadir di pertengahan film.
Yang membedakan film ini dengan animasi lainnya adalah pemandangan segar negeri Tiongkok yang dibuat detail dan indah oleh para animator DreamWorks dan Pearl. Dan lagi, untuk memberikan kesan menyentuh, ada alunan ‘Fix You’ dan suara Chris Martin membuat nuansa haru dan hangat.

Film Abominable benar-benar menjadi film ‘lintas negara’ yang tidak bisa ditangkap oleh animasi Amerika, tentu saja karena perbedaan geografis dan budaya. Meskipun menampilkan lanskap Tiongkok yang indah layaknya penampakan Selandia Baru dari waralaba Lord of the Rings, desain animasi khas DreamWorks masih bertahan. Tak ada yang baru.
Manusia vs Alam
Dari animasi dengan tema alam, semuanya selalu merujuk pada satu pesan: manusia yang ingin menundukkan alam. Pihak jahat di film ini datang dengan motif yang klise dan bisa ditebak, walaupun ada sedikit twist di akhir. Semuanya mengandung pesan penting untuk anak-anak; bagaimana bersahabat dengan alam.
Tak mengherankan, penulis sekaligus sutradara Jill Culton membawa pesan konservasionis tentang bagaimana membiarkan hewan eksotis di habitat alami mereka. Diselingi perjalanan yang indah mengelilingi Tiongkok hingga ke Everest, film ini menunjukkan bahwa keindahan alam dan semua di dalamnya harus dijaga, seperti Yeti yang harus kembali ke habitatnya.

Dan dari perjalanan melalui beberapa daerah khas Tiongkok, dari pegunungan Huangshan ke Gurun Gobi, ada banyak keindahan yang ditawarkan, alam hadir sebagai bagian dari perjalanan manusia. Direpresentasikan dari bagaimana keempat protagonis berpetualang dari kota metropolis nan gelap ke gurun nan gersang dan hutan nan hijau.
Premis yang itu-itu saja
Memang, premis yang sederhana membuat film ini sama dengan film anak-anak lainnya. Narasi mungkin bukan bagian terkuat dalam film ini. Plot yang mudah ditebak serta detail yang terkadang hilang (bisakah menaiki puncak Himalaya hanya bermodalkan jaket tanpa makanan/minuman?), inti cerita tentang perjalanan melintas Tiongkok pun sudah berulang kali dijabarkan oleh karya lain.

Tidak ada yang baru yang dihadirkan oleh Dreamworks: bayangkan trilogi How to Train Your Dragon, tetapi Toothless diganti Yeti. Jill Culton pun memainkan plot yang aman, yaitu menggunakan jalur karakter yang dapat diprediksi dibandingkan menantang plot agar jadi lebih kompleks. Walaupun masih berterima karena target penonton film ini ditujukan untuk anak-anak.
Grafik yang mulus, indah, dan imajinatif bisa membius penonton selama 87 menit film berjalan. Bagian komedi pun datang dengan berbagai cara, terkadang receh, tapi beberapa mampu membuat tertawa. Tidak semua one-liner yang ditujukan untuk kebutuhan komedi bisa berhasil. Kadang terdengar seperti pernyataan klise saja.
Abominable merupakan film animasi ketiga dalam rentang satu tahun yang menggunakan tema Bigfoot/Yeti, setelah Smallfoot (2018) dan Missing Link (2019). Bukan tak mungkin niatan Dreamworks untuk mengambil narasi ini – selain menggandeng studio lokal – dikarenakan melihat peluang pasar film Tiongkok yang semakin besar.

Banyaknya animasi baru tahun ini membuat persaingan sangat tinggi. Sementara itu, film Abominable cukup menarik. Mudah diikuti anak-anak dan cukup menyenangkan untuk penonton dewasa. Narasi yang sederhana namun sudah sering digunakan oleh film lain, ditolong sound effect dan animasi yang indah menggambarkan alam Tiongkok selain Tembok Besar Cina. Patut menjadi pilihan hiburan bersama keluarga.
Genre: Animasi, Petualangan
Sutradara: Jill Culton, Todd Wilderman
Penulis: Jill Culton
Pengisi Suara: Chloe Bennet, Albert Tsai, Tenzing Norgay Trainor
Review Film
Summary
Banyaknya animasi baru tahun ini membuat persaingan sangat tinggi. Sementara itu, film Abominable cukup menarik. Mudah diikuti anak-anak dan cukup menyenangkan untuk penonton dewasa. Narasi yang sederhana namun sudah sering digunakan oleh film lain, ditolong sound effect dan animasi yang indah menggambarkan alam Tiongkok selain Tembok Besar Cina. Patut menjadi pilihan hiburan bersama keluarga.