Review Film Joker (2019): Kontroversi Joker dan Sinar Joaquin Phoenix
Kolaborasi Joaquin Phoenix dan Todd Phillips di film Joker menghasilkan tontonan yang beragumen, gelap, namun juga membahayakan. Keindahan gambar dan plot yang rapi mendeskripsikan asal mula penjahat DC paling ikonik ke dunia kejahatan. Tapi, beberapa bagian membuat film ini bisa menjadi salah satu tontonan paling kontroversial tahun ini.
Di awal film, ada logo retro Warner Bros menggambarkan cerita bersetting pada awal 1980-an. Kota Gotham dengan masalah sampah dan kesenjangan sosial yang tinggi. Arthur Fleck hanyalah seorang laki-laki yang suka membuat orang tersenyum; dia percaya arti hidupnya adalah untuk membagi kebahagiaan pada orang lain.

Bekerja sebagai badut, Arthur yang tinggal berdua dengan ibunya bercita-cita menjadi seorang stand-up komedian. Namun sayang, penyakit Pseudobulbar affect (kondisi dimana seseorang tertawa/menangis tiba-tiba tanpa alasan yang jelas) membuatnya pernah dirawat di Rumah Sakit Jiwa dan mengacaukan hidupnya.
Pertemuan dengan Sophie (Zazie Beetz) memberikan semangat baru dalam hidupnya. Videonya ketika sedang melakukan stand-up diputar di acara TV Murray Franklin. Dan Arthur pun diundang tampil di acara tersebut. Tapi sebelum itu, berbagai kejadian mengenaskan membuatnya semakin terpuruk.
Cerita Joker masa kini
Di beberapa versi asal-usul karakter Joker dalam buku komiknya, diceritakan seorang pria jatuh ke dalam larutan asam, memutihkan kulit dan menghijaukan rambutnya lalu mengubahnya menjadi Joker, the Clown Prince of Crime. Tapi dalam film ini, kehidupan dan keadaan sosial yang mengubahnya menjadi penjahat.

Phillips mengatakan bahwa cerita dibuat berdasarkan novel grafis The Killing Joke (1988) dimana Joker adalah seorang stand up komedian. Namun plot dan pengembangannya tidak mengikuti buku komik. Langkah berani untuk film dengan basis penggemar yang banyak. Tapi tenang, ada bagian kecil plot (setidaknya pada bagian akhir), merujuk pada cerita asli Batman.
Karakter dan cerita sepenuhnya tak hanya terpisah dari DC Cinematic Universe, tetapi juga menjauh dari film-film buku komik adaptasi Warner Bros. dan DC lainnya. Ada kebebasan tersendiri bagi Joaquin dan Phillips dalam mengembangkan karakter dan mengaitkannya dengan apa yang terjadi saat ini: orang-orang saling marah dan bertindak brutal.
Joaquin Phoenix sebagai Joker
Memerankan Arthur Fleck, Joaquin Phoenix penuh antusias dan menyatu. Phillips sendiri mengungkapkan bahwa dia membayangkan Phoenix sebagai Arthur, dan kepercayaan tu terbayar. Kehilangan berat badannya, Phoenix merepresentasikan seorang penderita gangguan mental yang rapuh dan remuk terlupakan oleh orang-orang di sekitarnya.

Tak ada gunanya membandingkan Phoenix dengan Heath Ledger, Jack Nicholson, atau Jared Leto. Aktor dengan tiga kali nominasi Oscar ini menampilkan Joker versinya sendiri. Jika banyak yang setuju penampilan Heath Ledger adalah villain terbaik DC, maka Phoenix adalah karakter utama paling apik.
Phillips yang juga menulis naskah, bersama Scott Silver, mendeskripsikan Joker sebagai karakter. Tak lupa menunjukkan apa yang membuatnya menjadi karakter penjahat paling fenomenal DC. Tak hanya sebagai cerita orisinil, film ini juga membawa masalah mental, moral, emosi, serta fisik yang membuat Arthur Fleck menjadi the Clown Prince of Crime.

Ketika ditayangkan di berbagai festival, sambutan hangat menaungi Phoenix sebagai Arthur Fleck. Ada luapan kesedihan yang tersirat dari setiap tawa Arthur hingga akhirnya meledak dan menjadikannya Joker. Dan yang paling menyentuh adalah ketika dalam beberapa adegan Arthur tak kuasa menahan tawa ketika dalam kesedihannya.
Karakter lain tak kalah mengesankan. Frances Conroy menggagumkan sebagai sang ibu, Penny Fleck. Zazie Beetz, sebagai tetangga Sophie Dumond, meskipun terasa kurang dimanfaatkan, membawa sisi kemanusiaannya bersama Arthur. Scene stealer masih Robert de Niro yang kali ini memerankan pembawa acara TV Murray Franklin.
Kembalinya tema gelap DC
Kegagalan Justice League sebelumnya disebut karena dibuat lebih ringan untuk menggaet lebih banyak penonton. Tapi itulah yang membuat cerita menjadi tak beraturan: ingin tetap pada nuansa DC yang dewasa dan gelap atau membuatnya ringan dan menghibur. Bersama Joker (dan Bird of Prey tahun depan), DC seperti mendapatkan kesempatan sekali lagi.
Disebut berani, karena film ini tidak menegaskan ‘hitam dan putih’. Di akhir, Phillips mempresentasikan bahwa film ini tidak memberikan ‘solusi’, tetapi keseluruhan film adalah ‘sebab’; Joker adalah hasil dari masyarakat yang mementingkan diri sendiri. Pastinya, saat ini sudah ada banyak kontroversi mengenai pemilihan tema dan alur cerita dari film Joker.

Ketakutan terbesar kritikus adalah pengaruh film yang bisa ‘membenarkan tindakan anarkis’. Bersama rating ‘Dewasa’ yang diberikan, tentu saja dibutuhkan pemikiran yang cukup dewasa dalam mengerti apa yang disampaikan sepanjang cerita. Inilah yang membuat narasi yang disampaikan cukup menantang bagi penonton.
Tema dan cerita yang dibawa sangat gelap. Selain itu, ada banyak adegan pembunuhan berdarah-darah. Karena itu, pastikan untuk tidak membawa anak-anak ke bioskop. Bahkan bukan tak mungkin, plot dan cerita yang diberikan bisa mengganggu penonton secara psikologis.
Musik latar yang indah dari Hildur Guðnadótti dibuat sedih, gelap, dan rapuh, digabungkan sinematografi Lawrence Sher yang menghadirkan warna-warna senja, tak terlalu terang, dan malam yang biru. Keduanya menghasilkan karakter Gotham yang penuh masalah, brutal; yang ada hanyalah menindas atau ditindas.

DC sejak dulu dikenal memiliki cerita dengan tema lebih kelam dibandingkan film/komik Marvel. Dan film Joker adalah salah satu film terbaik yang menggambarkan kekuatan kisah superhero/antihero DC. Meski film ini bukanlah keduanya. Tidak disebut sebagai film politik, banyak sindiran maupun representasi kehidupan sosial yang disajikan.
Bisa dibilang, Todd Phillips mampu mengangkat tema yang berani. Digabungkan dengan plot yang padat, background musik kelas atas, serta totalitas Joaquin Phoenix menggambarkan kembali salah satu penjahat paling ikonik dalam sejarah perfilman dan budaya populer dunia. Layaknya Watchmen (2009), film Joker kemungkinan besar mengukir sejarah dalam film adaptasi buku komik.
Genre: Drama, Thriller
Sutradara: Todd Phillips
Penulis: Todd Phillips, Scott Silver
Pemeran: Joaquin Phoenix, Robert De Niro, Zazie Beetz
Review Film
Summary
Bisa dibilang, Todd Phillips mampu mengangkat tema yang berani. Digabungkan dengan plot yang padat, background musik kelas atas, serta totalitas Joaquin Phoenix menggambarkan kembali salah satu penjahat paling ikonik dalam sejarah perfilman dan budaya populer dunia. Layaknya Watchmen (2009), film Joker kemungkinan besar mengukir sejarah orisinil dalam film adaptasi buku komik.