Review Film Escape From Pretoria (2020): Sensasi Keteganan Non-stop
Daniel Radcliffe mulai mencoba membintangi sejumlah film selain “Harry Potter.” Sebut saja “Now You See Me 2”, “Swiss Army Man”, “Jungle” dan “Guns Akimbo.” Kesibukannya di berbagai film dengan peran yang anti-mainstream, seakan ingin melepas image “Harry Potter” yang telah melekat kuat pada dirinya. Dan yang terbaru, Daniel membintangi film Escape from Pretoria.
Sinopsis film Escape from Pretoria
Mengisahkan tentang pengalaman nyata pelaku sejarah sekaligus penulis buku Inside Out : Escape From Pretoria, karya Tim Jenkin narapidana yang berhasil kabur dari penjara Pretoria pada masa Apartheid di Afrika Selatan.
Film ini disutradarai oleh Francis Annan yang sebelumnya sering terlibat proyek film pendek.
Diskriminasi terhadap ras kulit hitam
Selama beberapa dekade (bahkan sampai sekarang), ras kulit hitam seringkali dikesampingkan dan dieksploitasi dalam berbagai aspek. salah satu contohnya adalah kebijakan Apartheid yang ada di Afrika Selatan.
Diperlukan beberapa tahun penjuangan untuk menghentikan kebijakan tersebut, dibawah pimpinan Nelson Mandela, Africa National Congress (ANC), sudah banyak gerakan pemberontakan yang dilakukan untuk menghentikan sistem Apartheid.
Terlibatnya ras kulit putih dalam upaya anti-apertheid
Dalam film Escape from Pretoria, Tim Jenkin (Radcliffe) dan Stephen Lee (Webber), adalah dua orang pemuda ras kulit putih yang mendukung partai ANC di era Apartheid 1979, mereka ditangkap polisi dan menjadi tahanan politik di Pretoria. Tim Jenkin didakwa 12 tahun dan Stephen Lee 8 tahun.
Mereka didakwa karena aksi bom poster yang mereka lakukan di tempat-tempat umum. Aksi itu adalah upaya membagikan selebaran yang isinya menentang politik Apartheid.
Sesuai judulnya, usaha mereka untuk keluar dan menjemput kebebasan menjadi plot utama film ini.
Untuk keluar kamu perlu kunci
Tentu saja untuk keluar dari penjara dibutuhkan sebuah kunci. Tidak seperti beberapa film bergenre sama seperti “Escape Plan”, “Escape From Alcatraz”, “The Swashank Redemption,” dan “The Great Escape” yang kebanyakan menggunakan kekerasan untuk keluar dari penjara.
Film Escape From Pretoria ini memiliki cara yang berbeda dalam menampilkan usaha lakonnya untuk kabur dari penjara, yakni dengan menggandakan kunci sel tahanan.
Yang membuat film ini bisa dikatakan salah satu yang terbaik di genrenya adalah nuansa “klasik” serta pengambilan close up shot yang disajikan. Seperti menyegarkan kembali subgenrenya.
Sensasi Ketegangan Non-stop
Penonton benar-benar merasakan ketegangan, seperti diajak untuk ikut kabur dari penjara tersebut.
Momen yang disajikan sangat detail, emosi pemain yang dinampakkan sangat natural, ditambah perdebatan yang terjadi di setiap aksi pelarian mereka. Lantunan musik latarnya yang mencekam menambah ketegangan ketika menyaksikan film ini.
Sedikit kesalahan saja dapat berakibat fatal baik bagi mereka maupun rekan narapidana yang lain. Belum lagi sipir penjara yang begitu pandai dalam mengawasi semua narapidana.
Sulitnya kabur dari penjara ini membuat narapidana lain ikut membantu lakon kita dalam aksi pelarian mereka. Salah satu bantuan pidana membuat rencana mereka sempurna.
Ketegangan non-stop yang disajikan membuat kita menghembuskan nafas lega ketika tokoh utama kita memetik buah usaha mereka, karena ketegangan telah berakhir.
Escape From Pretoria merupakan film yang pas dikala momen #dirumahaja seperti sekarang ini.
Layaknya plot dalam film ini, saya berharap kita juga bisa lolos dari “penjara” yang saat ini menimpa negara kita sehingga kita dapat beraktivitas secara produktif seperti sedia kala.
Review film Escape from Pretoria ini pernah dipublish di PlotIND pada Rabu, 08 April 2020.