Kazuo Ishiguro
News, Sastra

Kazuo Ishiguro, Novelis Inggris Pemenang Nobel Satra 2017

Di masa mudanya, Kazuo Ishiguro bercita-cita untuk menjadi seorang penyanyi dan penulis lagu. Dia pernah bermain di sebuah klub folk dan mulai menulis lirik – mulai dari fase lirik yang puitik dan mendayu-dayu sampai akhirnya menulis lirik konvensional. Dia tidak pernah berhasil dalam bermusik, meskipun keterampilannya menulis lirik yang puitik menjadikannya pengarang Inggris yang berpengaruh dan ternama di generasinya.

Setelah menerbitkan tujuh novel yang diakui oleh kritikus, Kazuo Ishiguro akhirnya mendapatkan penghargaan Nobel Prize di bidang Sastra, penghargaan tertinggi di bidang sastra. Dikutip dari nytimes.com, Sara Danius, sekretaris permanen di Swedish Academy menjelaskan Ishiguro sebagai “penulis yang berintegritas.”

“Jika anda mencampurkan Jane Austen dan Franz Kafka, maka anda akan mendapatkan Kazuo Ishiguro. Tapi anda harus menambahkan sedikit Marcel Proust ke dalam campuran tersebut,” ungkapnya

Kazuo Ishiguro
Via New York Times

Dalam konferensi pers, Ishiguro menyatakan bahwa, “Semua penulis hebat yang saat ini belum meraih penghargaan ini, saya merasa sebagai penipu.”

Seorang novelis Kanada, Michael Ondaatje, penulis “The English Patient,” mengatakan bahwa dia ‘takjub’ dengan penulisan kata dari Ishiguro. “Dia merupakan penulis yang langka dan misterius, selalu mencengangkan saya, dalam setiap bukunya,” katanya.

Kazuo Ishiguro lahir di Nagasaki, Jepang, pada 1954, dari seorang oceanographer. Pada umur 5 tahun, dia akhirnya pindah ke Surrey, Inggris, dan belajar di Woking County Grammar School. Ishiguro kecil menemukan ketertarikannya pada sasta setelah membaca Sherlock Homes di perpustakaan lokal.

Dalam wawancara dengan The Times Book Review, dia mengatakan, “Saya berusia 9 -10 saat itu, bukan hanya membaca bukunya secara obsesif, tapi saya juga mulai berprilaku seperti mereka. Orang-orang pada waktu itu hanya melihat saya sebagai oang Jepang.”

Young Kazuo Ishiguro
Via NPR

Ishiguro muda akhirnya terjun ke dunia sastra dan tahun 1983 menjadi “best of young British writer” versi majalah Granta. Ishiguro tidak sendirian, dia ditemani oleh Martin Amis, Ian McEwan dan Salman Rushdie dalam kategori itu.

Menamatkan studinya di English dan filosofi di Universitas Kent, dia mendapatkan gelar Master of Arts di kepenulisan kreatif. Disana dia menghabiskan waktunya menulis fiksi selama 1 tahun dan belajar bersama penulis Malcolm Bradbury dan Angela Carter.

Novel pertamanya, “A Pale View of Hills”, bercerita tentang wanita Jepang paruh baya yang tinggal di Inggris pada 1982. Selanjutnya, novelnya “An Artist of the Floating World,” dinarasikan oleh pelukis tua Jepang, bersetting paska Perang Dunia ke 2 di Jepang.

The Remain of a Day
Via Seagreen Reader

Ketika dia menulis novel yang melambungkan namanya, “The Remains of the Day,” Ishiguro khawatir orang-orang akan mengkritik bahwa dia hanya melakukan pengulangan. Akan tetapi, kritikus memuji ketertarikan dan loyalitas Ishiguro terhadap budayanya sendiri. Novel ini bercerita tentang seorang pelayan seorang bangsawan Inggris di masa-masa akan terjadi Perang Dunia ke 2.

Sebagai ikon sastra, Ishiguro pernah menulis berbagai genre, seperti fiksi detektif, science fiction, bahkan fantasi dalam novel-novelnya. Novel yang diterbitkan pada tahun 2005, “Never Let Me Go,” dianggap sebagai temuan besar dalam science fiction futuristik. Meskipun bersetting pada tahun 1990an, novel ini menceritakan kisah cinta di sekolah asrama di Inggris dalam masa dystopia.

The Buried Giant
Via Totally Dublin

Novel terbarunya, “The Burried Giant” sekali lagi menantang pembaca dengan tema dan cerita Ishiguro yang beragam. Cerita fantasi yang belatar masa Arthurian di Inggris, novel ini fokus pada cerita pasangan tua, Axl dan Beatrice yang meninggalkan desanya untuk mencari anak mereka yang hilang. Membaca cerita ini, kita akan disuguhkan dengan latar belakang fantasi berupa ksatria, naga, dan ogre. Meskipun begitu, tema dan pesan yang diangkat oleh Ishiguro bisa ditemukan dalam karya-karya sebelumnya, kelemahan alami individu dan memori kolektif.

Dalam pemilihan Kazuo Ishiguro, pihak Swedish Academy sendiri menyatakan melihat murni dari segi sastra. Dalam kritiknya, pemilihan pemenang Nobel dalam Sastra belakangan banyak dikaitkan dengan unsur politik. Penghargaan ini diberikan pada seluruh karya seorang penulis, bukan hanya untuk satu judul saja. Sebelumnya, nama-nama besar dalam dunia sastra sudah pernah memenangkan penghargaan ini, sebut saja Saul Bellow, Ernest Hemingway, Gabriel Garcia Marquez dan Toni Morrison.

Kazuo Ishiguro Won Nobel
Via Vox

Kazuo Ishiguro menjadi novelis Inggris ke-29 yang menjadi pemenang penghargaan ini. Dengan pemilihan dan nuansa novelnya yang langka, Ishiguro merupakan salah satu penulis yang karyanya banyak dinikmati kritikus dan mendapatkan penjualan yang memuaskan. Secara total, lebih dari 2.5 juta bukunya sudah terjual di Amerika Serikat. Karyanya dikenal dan dibaca secara luas, dan telah diadaptasi menjadi film dan serial televisi di Jepang.

Dilansir dari nytimes, ketika BBC menelpon dan banyak jurnalis dan fotografer berkumpul di depan pintu rumahnya, Ishiguro mengaku terharu dan terkejut. “Ini sangat memalukan. Tetangga mungkin menganggap saya seorang pembunuh berantai atau apa.”

Sat ini Kazuo Ishiguro sibuk menulis beberapa novel baru serta project adaptasi film untuk karyanya, serta pementasan teater. “Saya mempunyai novel untuk diselesaikan, dan ini bukan merupakan novel yang mudah. Sangat susah menyelesaikan novel ini ketika debu mulai memenuhi karya ini untuk diselesaikan.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *