Review Film A Whisker Away (2020): Masih Pengen Jadi Kucing?
Film A Whisker Away menjawab pertanyaan penyuka kucing: bagaimana rasanya menjadi kucing? Perasaan tersebut tersalurkan dalam sebuah animasi baru dari Netflix karya Mari Okada dan Studio Colorido. Drama eksistensi remaja yang merasa bahwa dengan menjadi kucing akan membuat semua hal terasa lebih menyenangkan.
Film ini menceritakan tentang Miyo, siswa sekolah menengah pertama (SMP) yang selalu gembira dan seringkali dianggap menjengkelkan. Dia dikenal sebagai Miss Ultra Gaga dan Enigmatic, sehingga dipanggil Muge. Selain memiliki teman dekat bernama Yoji, Muge juga suka dengan teman sekelasnya, Hinode.

Muge tinggal bersama ayah dan ibu tirinya. Bertengkar dengan ibu tirinya, Muge bertemu dengan seorang pria aneh yang memberinya topeng. Dengan topeng itu, Muge berubah menjadi kucing dan menyelinap setiap setelah sepulang sekolah untuk bertemu Hinode. Jenuh dengan kehidupannya sebagai manusia, Muge bertekad untuk menjadi kucing agar bisa terus bersama dengan Hinode.
Krisis ekstensi
Layaknya film remaja lainnya yang sebagian besar mengangkat tema eksistensi dan perjalanan menuju dewasa, A Whisker Away tak ada bedanya. Tapi ada yang baru, membandingkan keberadaan manusia dengan kucing, mamalia lucu yang menjadi nyawa film ini. Ada banyak kucing cantik di dalam film.

Elemen fantasi menjadikan plot yang imajinatif, bukannya cerita realisme dewasa yang sulit dicerna. Dari perjalanan Miyo/Muge dengan keluarga dan teman-temannya, ada banyak pelajaran yang diberikan. Menerima perbedaan, menyampaikan perasaan, serta berdamai dengan diri sendiri dan keadaan.
Dinamisnya alur yang tersaji yang sudah dibangun dari pertengahan cerita dibuat berantakan menuju akhir film. Ketika penonton dibawa ke dunia fantasi penuh kucing, Pulau Kucing. Perubahan visual dan tone yang sangat berbeda pada third act kurang menyatu dengan keseluruhan film.

Dikemas dalam banyak emosi yang menampilkan kedalaman karakter melalui animasi yang indah dari Studio Colorido. Penggambaran Miyo cukup realistis bersama masalah yang dihadapinya; kedatangan ibu tiri dan tidak diterima oleh orang yang disukainya. Memang terlalu simpel untuk penonton dewasa, tapi masih menarik untuk diikuti.
‘Rasa’ Studio Ghibli
Terjemahan asli animasi ini berjudul “Wanting to Cry, I Pretend to Be a Cat”. Di balik terjemahan bahasa Inggrisnya, film A Whisker Away bisa dibilang mengambil referensi dari animasi studio Ghibli yang terkenal, Spirited Away (2001). Selain gambar yang memukai, film ini juga menghadirkan nuansa fantasi layaknya film-film Ghibli.

Dianimasikan dengan indah menggunakan gaya ‘default’ musim panas di Jepang, beberapa jokes tentang kucing pasti akan dimengerti oleh penyuka binatang ini. Ada beberapa adegan hangat yang merepresentasikan bagaimana manusia dan kucing bisa saling mengerti satu sama lainnya.
Plot dan cerita yang ada di dalam film ini bahkan tak sekuat kucing-kucing lucu nan menggemaskan di sepanjang cerita. Kalau kamu mengaku penggemar kucing, film ini bisa menjadi tontonan yang menyenangkan. Sama seperti menonton video kucing-kucing lucu yang bertebaran di Instagram atau Twitter.

Secara keseluruhan, film A Whisker Away berupa ode bagi penggemar kucing. Sayangnya ode yang hadir tanpa alur yang padat, menyisakan beberapa lubang dan pertanyaan yang mengganggu di akhir cerita. Layaknya anak-anak yang bermain-main dengan tema, film ini masih terasa remaja jika dibandingkan dengan Ghibli yang perkasa.
Genre: Animasi, Drama
Sutradara: Mari Okada
Aktor: Mirai Shida, Natsuki Hanae, Susumu Chiba
Rekomendasi Anime
Summary
Secara keseluruhan, film A Whisker Away berupa ode bagi penggemar kucing. Sayangnya ode yang hadir tanpa alur yang padat, menyisakan beberapa lubang hingga akhir cerita. Layaknya anak-anak yang bermain-main dengan tema, film ini masih terasa remaja jika dibandingkan dengan Ghibli yang perkasa.